Karya: Candra Purwanugraha
Pujangga
yang Hilang
Seorang pria tampan dengan rambut ikal
sebahu berdiri kaku kemudian menarik nafas dalam-dalam. Matanya yang tajam
menatap seorang wanita cantik yang tertunduk di hadapannya. Suara jangkrik kini
mulai terdengar. Sundara masih tegak berdiri, jaket levis nya terlihat serasi
dengan tatapan matanya yang khas, sundara memang terkenal dingin. Namun kali
ini ia terlihat lebih dingin. pelan namun pasti mulutnya mulai bersuara.
“Rania !!…” Sundara berusaha menenangkan dirinya sendiri, dengan
lembut Sundara mengangkat dagu Rania dan menatap mata Rania penuh
kesedihan.
”semua harus berakhir sampai disini.”…???
DEGG…!!!Seakan asap tanpa
perapian. Rania terkejut dengan keputusan Sundara. Tak rela… Rania menatap
Sundara seakan meminta, namun Ia semakin tak mampu untuk bicara, seakan ada
sesuatu yang mengganjal di tenggorokannya. Benarkah Ia akan kehilangan lelaki
yg kini berada di hadapannya, benarkah dia akan kehilangan orang yang selama
ini begitu menyayanginya.. Matanya perlahan mulai meneteskan air mata.
Sundara kembali memegang kedua tangan
Rania yang lembut. Rania hanya tertunduk, ia tak sanggup mengangkat wajahnya.
Ada rasa penyesalan yang begitu dalam. Rania memegang tangan Sundara semakin
erat seakan tak ingin kehilangan pria tampan yang kini ada di hadapannya,
Sundara pun membalas dengan genggaman yang lebih erat. Tapi apa yang telah
Rania perbuat memaksa Sundara untuk membuang jauh perasaannya dan menguburnya
dalam-dalam. Ada rasa kecewa yang membuat hatinya sakit.
Rania memeluk tubuh Sundara dengan
erat, air mata nya mengalir semakin deras dan membasahi baju di bagian pundak
Sundara. Sundara pun membelai rambut Rania penuh haru, kemudian melepas pelukan
Rania dengan lembut. Jari tangan sundara mengusap air mata yang terus mengalir
di mata Rania yang indah.
“ Rania! kamu jangan nangis, selama ini
kita selalu siap untuk saling mencintai saat itu pula kita harus siap untuk
sama-sama kehilangan., Itulah rumus yang berlaku dalam cinta.” Sundara
menenangkan Rania walau sebenarnya ia pun tak tenang dan gundah membakar
hatinya.
Sundara memaksakan dirinya untuk tetap tegar dan melepaskan
pelukan Rania, mungkin ini akan menjadi pelukan yang terakhir. Perpisahan
harus terjadi.
“Oya Satu hal yang perlu kamu
tau,…cinta itu seperti langit malam yang indah yang selalu memberikan mimpi.
Langit malam adalah hamparan langit hitam yang kosong, bintang dan bulanlah
yang mengisi kekosongan itu sehingga malam menjadi tempat yang penuh
ketenangan. Dalam cinta pun demikian, ada ruang kosong yang gelap, kesetiaan
dan kepercayaanlah yang seharusnya mengisi ruang itu dalam cinta”. Sundara
menatap langit malam yang dihiasi rembulan, bintang-bintang pun berkedip lirih
di sekelilingnya. Sundara menarik nafas dalam-dalam dan menatap wajah Rania
penuh haru.
“ Rania! kamu gak harus milih aku atau
dia. Aku mundur, aku pergi… Itu satu pengorbanan terakhir dari aku dengan
sebuah harapan semoga kalian bisa ngejaga cinta kalian, hadapi semuanya, kamu
harus kuat dan aku gak mau pengorbanan aku sia sia.” Sundara berkata
dengan perlahan, matanya masih menatap Rania seolah-olah wajah cantik di
hadapannya tak akan ia lihat lagi.
Rania membalas tatapan sundara seakan
tidak rela. Tapi ia sadar kalau dia sudah membuat kesalahan dan inilah
balasannya. Memang sangat menyakitkan baginya. Rania sangat mencintai dan
menyayangi sundara, ia selalu mencoba setia dan berusaha menjaga cintanya untuk
sundara. Tapi kehadiran Seorang cowok romantis yang bernama Rama membuat nya
tak kuasa menahan perasaannya. Perasaannya terus mengalir. Rania memang wanita
yang selalu terbawa suasana romantis dan selalu terhanyut oleh untaian kata
yang manis. Ia tak berdaya untuk menjaga kesetiaan dan kepercayaannya
untuk Sundara, dan saat ini Rania memiliki dua cinta dan ia pun terjebak dalam
perasaanya itu. Ia mencintai dan menyayangi keduanya. Ya, mereka.. Rama dan
Sundara gak pernah tau bahwa Rania membagi cintanya kepada mereka. Sundara dan
Rama. dua cowok yang sama – sama memiliki ribuan bahkan milyaran kata-kata
indah yang mampu menyihir hati perempuan untuk bersujud di kakinya. Bagi Rania
mereka adalah dua pujangga dalam hidupnya., ia tak ingin kehilangan keduanya.
Cinta memang egois dan tak dapat diduga sekalipun hanya untuk dipahami. Rania
sendiri tidak mengerti kenapa dia bisa melakukan perselingkuhan ini. Dia seolah
pemain cinta Tapi apa boleh buat, sekarang ia telah kehilangan satu orang yang
telah mendampinginya selama 5 tahun. Ia akan kehilangan orang yang selalu
memberinya kejutan yang hangat, yang selalu membuatnya tenang saat ia gundah,
yang selalu memberinya puisi indah saat ia berbaring untuk tidur. Ia telah
kehilangan satu pujangga dalam hidupnya.
“ Rania…” kata-kata sundara kembali keluar seakan enggan untuk
terdengar. Suaranya begitu berat
“ udah malem,, aku pulang. Mungkin mamah udah tidur.Salam aja
buat mama bilangin maaf aku gak sempet pamit.” Sundara menatap lirih wajah
Rania, walau berat tapi ia udah mutusin ini terakhir kali bisa menatap wajah
cantik Rania.
“ Rania… disini kamu jaga diri baik-baik ya! Aku gak mau tau,
pokoknya Kamu harus lebih baik dari yang aku tau sekarang. Dan Jika suatu saat
nanti kamu inget aku, kamu harus inget… aku adalah cowok yang pernah menyayangi
kamu. Dan aku gak bisa mastiin sampai kapan perasaan itu ada, yang jelas aku
akan selalu mencoba untuk menghapus perasaan yang pernah ada antara kita.”
Sundara perlahan berjalan menuju Motor Vespa merah nya yang di
parkir di teras rumah Rania. ia menaiki motornya dan memakai helm warna merah
yang serasi dengan warna motornya. Kemudian menyalakan motornya, motornya pun
melaju dan tak ada kata pamit yang manis yang sering sundara katakan. Hanya
lambaian tangan sebagai tanda kepergiannya. Rania menatap sundara yang perlahan
meninggalkan rumahnya. Ingin sekali ia mengejar dan memeluknya. Air matanya
terus keluar menganak sungai dipipinya dan jatuh membasahi kerah bajunya. Ada
kata yang ingin ia ungkapkan tapi berat untuk keluar dibibirnya. Ia ingin
bilang “ sundara maafkan aku”. Ia pun ingin bilang “ sundara aku mencintaimu…”.
Ia pun ingin bilang “ sundara izinkan aku memilih mu”. Tapi semua kata itu
terhenti di tenggorokannya dan tak terucap karena satu pujangga dalam hidupnya
kini telah pergi.
Selepas kepergian Sundara, Rania gontai memasuki kamarnya. Ia
menjatuhkan tubuhnya diatas kasur, memeluk guling dan membenamkan wajahnya di
bawah bantal seolah menyembunyikan tangisnya yang semakin menjadi. Wajah imut
dengan mata yang semakin sembab keluar dari balik bantal . ia bangkit dari
kasur, dilihatnya foto sundara yang terpajang di meja kamarnya. foto
Sundara dengan senyum manis dan rambutnya yang ikal gondrong di usap
dengan tangan nya yang basah oleh air matanya sendiri “ yaa Tuhan… aku sangat
mencintainya” suaranya terbata “ sundara maafkan aku..”.
Rania memeluk foto sundara dengan isak
tangis, suara ponsel Rania tiba-tiba berbunyi diatas meja di pojok kamarnya.
Sesaat Rania menoleh ponselnya yang terus bergetar diatas meja namun ia
hiraukan, pandangannya kembali menuju foto Sundara yang kini mulai basah..
tiba-tiba. ”Ya Tuhan.. apa mungkin itu sms dari Sundara?”. Rania langsung
menyambar hp nya kemudian membaca sms yang baru saja masuk.
Peri kecil ku yg manis!
Rembulan yg sllu ada d matamu
Dan Bintang yang ada di senyummu
Peri kecilku yang manis!
Rebahkan tubuhmu…tidurlah dgn tenang!
Aku selalu ada di jiwamu
Menemani mu dalam mimpi indahmu.
Mendekapmu dalam selimut cintamu.
Pengirim : Ramaku
Rania tertegun, ternyata dugaannya
salah. Ia semakin menyadari kalo sundara telah pergi, ga ada lagi sms indah
dari sundara. Mungkin, kini menjelang tidurnya, Cuma ada satu sms indah. Hanya
dari Rama.
Rania masih menatap sms Rama. Ada sedikit ketenangan yang hadir
walau sebenarnya hatinya masih merasakan sakit. Tapi setidaknya ia masih
memiliki satu pujangga di sisinya. Rania meletakkan ponselnya diatas bantal
kemudian kembali mengambil foto sundara. Ia menatapnya dalam dalam.
Hatinya berkata “ Sundara aku menyayangimu..”.
Rania pun menjatuhkan tubuhnya. Memejamkan mata. Sangat lama ia
tersiksa oleh penyesalan dan akhirnya tertidur bersama foto sundara yang begitu
erat di pelukannya…
Sayap-sayap malam memeluk tubuh Rania. Nyanyian jangkrik seolah genderang yang
mengiringi mimpi buruknya. Tubuhnya terus berguling diatas kasur. Tak nyaman
dan selimut putihnya terasa mengganggu. Keringat pun bercucuran… bunyi ponsel
terus berdering Membangunkan nya. Ia Memaksakan untuk bangkit dan Merogoh
ponsel yang berdering… ia membuka pesan yang baru saja masuk. Kemudian terkejut
melihat nama pengirim yang tertulis jelas di ponselnya. ” Mama Sundara”.. sms
dari ibu nya Sundara membuatnya tak berdaya.
“ INNALILLAHI WAINNA ILAIHI ROZIUN…
Sundara telah meninggalkan kita.
Ia telah kembali di pelukan Tuhan.
Semoga amal ibadahnya ia di terima di sisi Tuhan.. amien…”
Pengirim : Mama Sun
Dalam keheningan malam serta langit
yang pekat tanpa bulan dan bintang. Rania membaca sms dengan nanar..
lemah dan terisak. Satu pesan dari mama sundara membuatnya lemah, ia tak
pernah tau bahwa bebrapa jam yang lalu Sundara tertabrak bis, air mata deras
tak tertahan, ia menjerit…. Menjerit… Tak RELA.
Kemudian tubuhnya lunglai hingga tak sadarkan diri. Dalam alam
ketiksadaran, Rania melihat sundara tersenyum menghampirinya kemudian memeluk
tubuhnya. Di alam ketidaksadaran itu pula sundara berkata dengan lembut.
“Inilah perpisahan yang
sejati… memang menyisakan luka yang sangat dalam. Bumbu penyesalan pun terasa
kecut untuk kau ulangi. Dan harus kau sadari, bahwa “ kedalaman hati
seseorang akan terukur sampai tiba saat perpisahan.. Sejatinya
cintai orang selagi ada dan selagi bisa, karena suatu saat nanti akan tiba
saatnya suatu perpisahan yang sebenarnya.”
By:
Candra PUrwanugraha